Rabu, 11 Desember 2013

Menggapai Impian : Aku dan Negeri Seribu Menara


Assalamu'alaikum wr wb,

 Ikhwah fillah dimanapun antum berada, semoga semangat merangkai cita-cita hingga menggapai Firdaus-Nya kian hari kian berkobar. Alhamdulillah telah hadir karya kami bersama  dan dibantu oleh Penerbit Asrifa yaitu "Menggapai Impian (Dream, Believe, and make it Happen)"
Apa yang kami sajikan disana adalah kisah nyata penulis dan beberapa puisi. Semoga menjadi inspirasi bagi kita semua dan penambah amal jariyah kami. 

Ohya, salah satu contoh kisah nyatanya adalah ini


 "Aku dan Negeri Seribu Menara" 
Goresan Pena: Lina Dewanto


“Bersemangatlah atas apa yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah dan jangan merasa tidak mampu " Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim ini selalu bergelayut dipikiranku. Seumpama sebuah nutrisi ruhani yang membisikan pada diri "Ayo…kamu pasti bisa ! Jangan takut! Ingatlah, Allah selalu bersama para pejuang ! "
Bermula pada sebuah pohon impian yang ku gambar. Aku masih berusia 15 tahun kala itu. Seperti biasa setiap seminggu sekali aku dan teman-teman rohis mengikuti mentoring keislaman di sekolah ku. Pada hari itu, kakak mentorku mengajak kami untuk memiliki rencana-rencana yang jelas dalam meraih cita-cita. Karena sudah sepatutnya seorang muslim memiliki visi dan misi yang kokoh agar ia tidak terombang-ambing arus dunia. Aku tuliskan bahwa aku ingin paham Al-Quran dan hadits. Bagiku meskipun aku bersekolah di sekolah negri tapi tak ada halangan untuk setiap muslim paham Islam. Apalagi fasilitas untuk mengetahui keilmuan semakin banyak.
Maka ku perjelas impian itu. ‘Dimana dan kapan’ kah aku harus menempuhnya. Setelah dua tahun mengikuti les Bahasa Arab, banyak ustadz menyarankan agar aku menempuh cita-cita di Universitas Al-Azhar. Univesitas tertua di dunia yang banyak melahirkan ulama-ulama hebat. Universitas tersebut letaknya di Mesir. Pastinya sangat jauh dari rumahku. Mesir sangat istimewa sehingga dijuluki Negeri Seribu Menara. Dikarenakan disana banyak berdiri masjid-masjid dan memiliki banyak pengajaran Islam. Tentunya yang bisa masuk kesana telah melewati rangkaian tes yang tidak biasa. Sempat hati berujar ‘Bisakah diri ini seperti mereka yang telah lama di pesantren. Yang tentunya telah mahir dengan muhaddatsah (percakapan), dan yang paling penting telah mahir qiroah (baca) buku-buku bahasa arab gundul ?’ Meski banyak kehawatiran yang berkecamuk di hati, akhirnya ku mantapkan hati dan berusaha memantaskan diri untuk bisa berkuliah  di Universitas Al-Azhar pada tahun 2011.
Usai bangku sekolah di SMA pada tahun 2010, ku melanjutkan pemahaman bahasa arab di Ma’had Al-Imarat. Disanalah doaku dikabulkan oleh-Nya. Aku diperkenalkan lembaga yang bisa membantuku dalam menempuh perjalanan panjang ini. Tepat di akhir tahun 2010, ku mendaftarkan diri di MUMTAZA yaitu lembaga perjalanan ke luar negeri yang membantu anggotanya untuk mudah dalam menjalani tes masuk Univ. Al-Azhar. Selain itu doa yang Allah kabulkan adalah, aku tidak perlu mengikuti UN di salah satu pondok pesantren lantaran ijazah SMA ku pada tahun 2011 sudah bisa diterima. Bulan Mei ku mendapatkan kabar bahwa akan ada tes masuk beasiswa Univ. Al-Azhar di Kedutaan Besar Mesir di Jakarta. Dengan bekal seadanya maka ku beranikan diri mengikuti tes. Tes ini aku jalani agar aku mengetahui sudah sejauh apakah kemampuanku.
Subhaanallah, setelah selesai mengikuti tes tersebut serasa ada lecutan baru dalam menapaki cita-cita. Meskipun belum ada pengumuman hasil tes tersebut namun mengingat pemandangan ratusan orang-orang yang berduyun-duyun agar bisa lolos tes masuk, para syeikh yang ramah membuat ku ingin segera bergegas paham materi-materi yang akan diujikan di tes masuk non-beasiswa berikutnya. Ku perketat waktuku dengan banyak membaca, dan menghapal Al-Quran. Beberapa bulan kemudian setelah banyak mencari info perkuliahan lewat jejaring sosial tiba-tiba ada berita yang nyaris membuat ku putus asa. Karena kemelut Mesir akibat menurunkan Presiden Mubarok belum usai sehingga Mesir masih memanas, tes masuk non-beasiswa yang harusnya dilaksanakan antara bulan Juni dan Juli diundur entah kapan.
Sejak saat itu ku menuliskan doa agar Kemenag segera melaksanakan tes yang diundur tersebut di Note Facebook dan menge-tag rekan-rekan seperjuangan dan orang-orang shalih yang ku kenal. Alhamdulillah banyak yang memberikan doa. Sampai masa itu tiba tepat sebelum ujian tanggal 12 September 2011 kami anggota MUMTAZA dikarantina selama seminggu untuk menerima pengarahan dan pemantapan tes masuk. Jumlah kami 30 orang dan diantara mereka semua rasanya diri ini yang paling tidak tahu apa-apa. Masya Allah aku kagumi mereka. Ada yang pernah mencoba tiga kali tes masuk, ada yang telah merayu orang tuanya sedemikian rupa agar diizinkan, ada yang harus membuat proposal bantuan biaya dahulu dan sebagainya. Keluargaku pun bukan termasuk golongan yang mudah mengeluarkan uang Rp 10.500.000 sebagai biaya akomodasi dan lainnya. Namun ku yakini jika ku lolos pastinya Allah sudah menyiapkan rizki akomodasi dan kebutuhan ku disana.
Usai ku mengerjakan tes ada kehawatiran karena tes ke dua rasanya banyak jawaban yang belum sempat terjawab lantaran waktu yang begitu singkat. Selama menunggu hasil tes, ku pasarahkan pada Allah. Kemudian di sore hari...........................*

Untuk mengetahui kisah lengkapnya, dan kisah hebat lainnya silahkan pesan ke Penerbit Asrifa ya :)

Baca Selengkapnya... Read More..