Rabu, 11 September 2013

Sepanjang Perjalanan


Ku bisikan padamu…
rindu menyala menggebu
menggamit kalbu agar segera bertemu.
Biarpun lelah mengundang airmata…
Biarpun tersiksa menapaki paruh waktu…
pada jalan ini, semoga ucap-Mu pada mereka kelak hadiah untukku jua :
“Selamat atas kecintaanmu menjadikanmu bersama Ahli Surga”

            Sekian jam, menit, detik merekam bisu perjalanan ini. Lima tahun lalu jiwa dan raga terpisahkan cukup lama. Jiwa mencari mereka yang telah lama berpijak dalam kenikmatan tiada  akhir. Sedangkan raga masih tetap diam, tak paham pada hakikat mengapa setiap sel harus ada. Ku pandangi mereka dalam memoar-memoar  pinus. Urat-urat yang tak pernah istirahat, denyut nadi yang selalu berdzikir, mata yang tak pernah benar-benar terlelap. Allah… bisakah aku seperti mereka? Yang disinyalir  jadi hamba-mu yang khusyu’, yang selalu malaikat-malaikat-Mu mendoakannya, bahkan kau sebut-sebut ia di depan mahluk-mahluk-Mu “Duhai Ahli Surga…”
Ada langkah diri ini yang tak sesuai, cermat yang terabaikan, kegigihan yang terlantar menyapu sikap gesit dan tegas. Namun berulangkali  Kau beserta keagungan-Mu mengirim jutaan Malaikat-Mu agar hati ini mudah menerjemah setiap pertanda-Mu.
Masih dalam ingatan para perindu surga, sosok Da’i yang telah lama membimbimg kami dalam kelas ushul da’wah menasihati kami akan perlu cermatnya memahami Al-Quran, hadits, fiqh, dan siirah. Dengan komponen tersebut cahaya keimanan kita semakin bertambah, hidup semakin terarah bahkan tak akan ada celah-celah kebingungan. Karena seperti nasihat Ulama, seringnya karena ketidaktahuan dan kebingungan kitalah kita terjerumus pada nista bisikan syeithan. Na’udzubillahimin dzaalik.
Hari yang berlalu, Allah mempertemukanku kembali pada perjumpaan para perindu Surga. Ruangan kali itu tidak luas. Namun berjejal kami hadir untuk tentunya lebih dari sekedar rindu . Beliau dengan kerendahan hatinya Allah karuniakan kemampuan menjadi seorang novelis Islam, sutradara dan dan motivator kami. Kemampuannya merenda kata sehingga bagi saya pribadi setiap beliau berda’wah selalu ada hal baru yang padahal sebetulnya pernah kami pelajari namun serasa ada bumbu ilmu baru. Pernah tersiar kabar beliau mengisi di Bumi Gingseng, membakar semangat para ribuan hadirin yang telah dilanda kebekuan minus tujuh derajat celcius. Suhu dingin ternyata mampu beliau kalahkan. Nasihatnya sederhana namun mendalam. Dan ku mendengar lagi hari itu yang kurang lebih terdengar dihati seperti ini, “Sudah sepatutnya salah satu tugas da’wah kita adalah mengabadikan jejak-jejak perjuangan para nabi dan orang-orang shalih. Agar keturunan-keturunan kita mengetahui risalah yang benar. Karena alangkah meruginya bila tanpa sadar mereka yang membenci kita sudah mulai memalsukan berita kecil hingga berita besar. Apalagi sejarah Islam yang membuat mereka gemetar takut akan kebenarannya” Semoga diri yang lemah ini beserta para pejuang, termasuk orang-orang yang menjaga situs-situs, naskah-naskah risalah-Mu. Dan semoga kami masih memiliki usia yang berkah untuk berguru pada ustadz (hafizhahullahu) Habiburrahman El-Shirazy seperti hari itu.
Kembali lagi pada memoar detik-detik bersama pecinta ilmu (dan semoga bersama mereka menjadikan diri ini terlimpah ilmu yang berkah). Tentunya pernah bahkan sering ada ketakutan ketika hendak memahami dengan benar rangkaian bahasa arab. Terutama ilmu Ma’rifaat dan ilmu ruh bahasa . Sempat merasa tidak yakin akan lekas paham ilmu tersebut. Pernah suatu hari saya duduk di kursi yang paling belakang yaitu barisan ke lima belas. Dan saat itu ujian ilmu Ma’rifaat. Kelas memang super padat dari biasanya dan tak menduga sampai duduk terbelakang. Ternyata kelas tersebut disatukan dengan kakak kelas yang masih ada kewajiban dengan mata kuliah tersebut. Singkatnya pada saat itu haru biru menghampiri. Alhamdulillah soal-soal yang disuguhkan oleh Dosen kami adalah soal yang bisa renyah dinikmati bila sebelumnya kita latihan. Bersyukur pula pada-Nya teman seperjuangan mengajak memperdalam ilmu (semoga aku dan engkau istiqomah yaa habibty) tersebut jauh hari saat awal mengenal bab-bab baru. Darisanalah saya jatuh bangun memahami itu. Memang sangat terasa buah nasihat kakak-kakak pembimbing dan Asaatidz hafizhahumullahu. Darisanalah Allah melecut saya untuk tidak pernah takut lagi. Toh Milayaran buku pemahaman telah Dia sediakan, kakak-kakak pembimbing, teman-teman, Asaatidz bisa menjadi washilah diri kami untuk selalu paham. Apalagi tentunya Allah selalu bisa memudahkan setelah badai kesulitan menerpa. Allahumma dzakkirnaa minhu maa nasiinaa…wa ‘allimnaa minhu maajahhilna.
Belum kekagumanku selesai pada para perindu Surga, Allah menghidangkan kami muhasabah pada sebuah majelis ‘ilmu. Semakin terasa kerdilnya diri ini. Sudahkan Surga menjadi azzam setiap saat sama seperti mereka? Sudahkah amalan ini menggunung bak Abu Bakar yang dikabarkan amalannya bila dikumpulkan melebihi  Dunia? Sudahkan menjalani step by step menjadi bidadari semesta seperti hakikat penciptaan wanita yang hakiki? Sudahkah menyingkirkan batu-batu neraka jahannam dari keluarga? Sudahkah mengamalkan setiap ilmu ?
Allah bertubi-tubi Kau berikan kami nikmat-Mu.
Gemetar malu bila kebodohan kami menjauhkan kami dari-Mu.
Hilangkanlah waktu kesia-sian kami, ampunilah kami.
Cerahkanlah hati kami agar senantiasa beramal hingga ujung usia
Tuliskanlah bagi kami takdir terindah saat Kau menjemput kami.
Dan masukilah kami ke dalam Firdaus-Mu. Aamiin

Memoar dan Muhasabah menapaki cahaya di Bumi Impian,
September’2013






1 komentar:

Herdy Faizal mengatakan...

Subhanalloh...semoga setiap jalan yang dilalui dan setiap ujian yang dihadapi menjadikan nilai kebaikan keberkahan bagi ustadzh aamiin.