Ku
bisikan padamu…
rindu menyala menggebu
menggamit kalbu agar segera bertemu.
Biarpun lelah mengundang airmata…
Biarpun tersiksa menapaki paruh waktu…
pada jalan ini, semoga ucap-Mu pada mereka kelak hadiah untukku jua :
“Selamat atas kecintaanmu menjadikanmu bersama Ahli Surga”
rindu menyala menggebu
menggamit kalbu agar segera bertemu.
Biarpun lelah mengundang airmata…
Biarpun tersiksa menapaki paruh waktu…
pada jalan ini, semoga ucap-Mu pada mereka kelak hadiah untukku jua :
“Selamat atas kecintaanmu menjadikanmu bersama Ahli Surga”
Sekian
jam, menit, detik merekam bisu perjalanan ini. Lima tahun lalu jiwa dan raga
terpisahkan cukup lama. Jiwa mencari mereka yang telah lama berpijak dalam
kenikmatan tiada akhir. Sedangkan raga
masih tetap diam, tak paham pada hakikat mengapa setiap sel harus ada. Ku
pandangi mereka dalam memoar-memoar pinus.
Urat-urat yang tak pernah istirahat, denyut nadi yang selalu berdzikir, mata
yang tak pernah benar-benar terlelap. Allah… bisakah aku seperti mereka? Yang
disinyalir jadi hamba-mu yang khusyu’,
yang selalu malaikat-malaikat-Mu mendoakannya, bahkan kau sebut-sebut ia di
depan mahluk-mahluk-Mu “Duhai Ahli Surga…”
Ada langkah diri ini yang tak sesuai,
cermat yang terabaikan, kegigihan yang terlantar menyapu sikap gesit dan tegas.
Namun berulangkali Kau beserta
keagungan-Mu mengirim jutaan Malaikat-Mu agar hati ini mudah menerjemah setiap
pertanda-Mu.
Masih dalam ingatan para perindu
surga, sosok Da’i yang telah lama membimbimg kami dalam kelas ushul da’wah
menasihati kami akan perlu cermatnya memahami Al-Quran, hadits, fiqh, dan
siirah. Dengan komponen tersebut cahaya keimanan kita semakin bertambah, hidup
semakin terarah bahkan tak akan ada celah-celah kebingungan. Karena seperti
nasihat Ulama, seringnya karena ketidaktahuan dan kebingungan kitalah kita
terjerumus pada nista bisikan syeithan. Na’udzubillahimin dzaalik.
Hari yang berlalu, Allah
mempertemukanku kembali pada perjumpaan para perindu Surga. Ruangan kali itu
tidak luas. Namun berjejal kami hadir untuk tentunya lebih dari sekedar rindu .
Beliau dengan kerendahan hatinya Allah karuniakan kemampuan menjadi seorang
novelis Islam, sutradara dan dan motivator kami. Kemampuannya merenda kata
sehingga bagi saya pribadi setiap beliau berda’wah selalu ada hal baru yang
padahal sebetulnya pernah kami pelajari namun serasa ada bumbu ilmu baru.
Pernah tersiar kabar beliau mengisi di Bumi Gingseng, membakar semangat para
ribuan hadirin yang telah dilanda kebekuan minus tujuh derajat celcius. Suhu
dingin ternyata mampu beliau kalahkan. Nasihatnya sederhana namun mendalam. Dan
ku mendengar lagi hari itu yang kurang lebih terdengar dihati seperti ini, “Sudah
sepatutnya salah satu tugas da’wah kita adalah mengabadikan jejak-jejak
perjuangan para nabi dan orang-orang shalih. Agar keturunan-keturunan kita
mengetahui risalah yang benar. Karena alangkah meruginya bila tanpa sadar
mereka yang membenci kita sudah mulai memalsukan berita kecil hingga berita
besar. Apalagi sejarah Islam yang membuat mereka gemetar takut akan
kebenarannya” Semoga diri yang lemah ini beserta para pejuang, termasuk
orang-orang yang menjaga situs-situs, naskah-naskah risalah-Mu. Dan semoga kami
masih memiliki usia yang berkah untuk berguru pada ustadz (hafizhahullahu)
Habiburrahman El-Shirazy seperti hari itu.
Kembali lagi pada memoar detik-detik
bersama pecinta ilmu (dan semoga bersama mereka menjadikan diri ini
terlimpah ilmu yang berkah). Tentunya pernah bahkan sering ada ketakutan
ketika hendak memahami dengan benar rangkaian bahasa arab. Terutama ilmu
Ma’rifaat dan ilmu ruh bahasa . Sempat merasa tidak yakin akan lekas paham ilmu
tersebut. Pernah suatu hari saya duduk di kursi yang paling belakang yaitu barisan
ke lima belas. Dan saat itu ujian ilmu Ma’rifaat. Kelas memang super padat
dari biasanya dan tak menduga sampai duduk terbelakang. Ternyata kelas tersebut disatukan dengan kakak
kelas yang masih ada kewajiban dengan mata kuliah tersebut. Singkatnya pada saat
itu haru biru menghampiri. Alhamdulillah soal-soal yang disuguhkan oleh Dosen
kami adalah soal yang bisa renyah dinikmati bila sebelumnya kita latihan.
Bersyukur pula pada-Nya teman seperjuangan mengajak memperdalam ilmu (semoga
aku dan engkau istiqomah yaa habibty) tersebut jauh hari saat awal mengenal
bab-bab baru. Darisanalah saya jatuh bangun memahami itu. Memang sangat terasa
buah nasihat kakak-kakak pembimbing dan Asaatidz hafizhahumullahu. Darisanalah
Allah melecut saya untuk tidak pernah takut lagi. Toh Milayaran buku
pemahaman telah Dia sediakan, kakak-kakak pembimbing, teman-teman, Asaatidz
bisa menjadi washilah diri kami untuk selalu paham. Apalagi tentunya Allah
selalu bisa memudahkan setelah badai kesulitan menerpa. Allahumma dzakkirnaa
minhu maa nasiinaa…wa ‘allimnaa minhu maajahhilna.
Belum kekagumanku selesai pada para
perindu Surga, Allah menghidangkan kami muhasabah pada sebuah majelis ‘ilmu.
Semakin terasa kerdilnya diri ini. Sudahkan Surga menjadi azzam setiap saat
sama seperti mereka? Sudahkah amalan ini menggunung bak Abu Bakar yang
dikabarkan amalannya bila dikumpulkan melebihi Dunia? Sudahkan menjalani step by step menjadi
bidadari semesta seperti hakikat penciptaan wanita yang hakiki? Sudahkah
menyingkirkan batu-batu neraka jahannam dari keluarga? Sudahkah mengamalkan
setiap ilmu ?
Allah
bertubi-tubi Kau berikan kami nikmat-Mu.
Gemetar
malu bila kebodohan kami menjauhkan kami dari-Mu.
Hilangkanlah
waktu kesia-sian kami, ampunilah kami.
Cerahkanlah
hati kami agar senantiasa beramal hingga ujung usia
Tuliskanlah
bagi kami takdir terindah saat Kau menjemput kami.
Dan
masukilah kami ke dalam Firdaus-Mu. Aamiin
Memoar dan
Muhasabah menapaki cahaya di Bumi Impian,
September’2013
September’2013
1 komentar:
Subhanalloh...semoga setiap jalan yang dilalui dan setiap ujian yang dihadapi menjadikan nilai kebaikan keberkahan bagi ustadzh aamiin.
Posting Komentar