Assalamu'alaikum wr wb,
Ikhwah fillah dimanapun antum berada, semoga semangat merangkai cita-cita hingga menggapai Firdaus-Nya kian hari kian berkobar. Alhamdulillah telah hadir karya kami bersama dan dibantu oleh Penerbit Asrifa yaitu "Menggapai Impian (Dream, Believe, and make it Happen)"
Apa yang kami sajikan disana adalah kisah nyata penulis dan beberapa puisi. Semoga menjadi inspirasi bagi kita semua dan penambah amal jariyah kami.
Ohya, salah satu contoh kisah nyatanya adalah ini
"Aku dan Negeri Seribu Menara"
Goresan Pena: Lina Dewanto
“Bersemangatlah
atas apa yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah dan jangan merasa
tidak mampu " Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim ini selalu
bergelayut dipikiranku. Seumpama sebuah nutrisi ruhani yang membisikan pada
diri "Ayo…kamu
pasti bisa ! Jangan takut! Ingatlah, Allah selalu bersama para
pejuang ! "
Bermula pada sebuah pohon impian
yang ku gambar. Aku masih berusia 15 tahun kala itu. Seperti biasa setiap
seminggu sekali aku dan teman-teman rohis mengikuti mentoring keislaman di
sekolah ku. Pada hari itu, kakak mentorku mengajak kami untuk memiliki
rencana-rencana yang jelas dalam meraih cita-cita. Karena sudah sepatutnya seorang
muslim memiliki visi dan misi yang kokoh agar ia tidak terombang-ambing arus
dunia. Aku tuliskan bahwa aku ingin paham Al-Quran dan hadits. Bagiku meskipun aku
bersekolah di sekolah negri tapi tak ada halangan untuk setiap muslim paham
Islam. Apalagi fasilitas untuk mengetahui keilmuan semakin banyak.
Maka ku perjelas impian itu. ‘Dimana
dan kapan’ kah aku harus menempuhnya. Setelah dua tahun mengikuti les Bahasa
Arab, banyak ustadz menyarankan agar aku menempuh cita-cita di Universitas
Al-Azhar. Univesitas tertua di dunia yang banyak melahirkan ulama-ulama hebat. Universitas tersebut letaknya di Mesir. Pastinya sangat
jauh dari rumahku. Mesir sangat istimewa sehingga dijuluki Negeri Seribu Menara.
Dikarenakan disana banyak berdiri masjid-masjid dan memiliki banyak pengajaran
Islam. Tentunya
yang bisa masuk kesana telah melewati rangkaian tes yang tidak biasa. Sempat hati berujar ‘Bisakah diri ini seperti mereka yang
telah lama di pesantren. Yang tentunya telah mahir dengan muhaddatsah
(percakapan), dan yang paling penting telah mahir qiroah (baca) buku-buku
bahasa arab gundul ?’ Meski banyak kehawatiran yang berkecamuk di hati,
akhirnya ku mantapkan hati dan berusaha memantaskan diri untuk bisa berkuliah di Universitas Al-Azhar pada tahun 2011.
Usai
bangku sekolah di SMA pada tahun 2010, ku melanjutkan pemahaman bahasa arab di
Ma’had Al-Imarat. Disanalah doaku dikabulkan oleh-Nya. Aku diperkenalkan
lembaga yang bisa membantuku dalam menempuh perjalanan panjang ini. Tepat di
akhir tahun 2010, ku mendaftarkan diri di MUMTAZA yaitu lembaga perjalanan ke
luar negeri yang membantu anggotanya untuk mudah dalam menjalani tes masuk
Univ. Al-Azhar.
Selain itu doa yang Allah kabulkan adalah, aku tidak perlu mengikuti UN di salah
satu pondok pesantren lantaran ijazah SMA ku pada tahun 2011 sudah bisa
diterima. Bulan Mei ku mendapatkan kabar bahwa akan ada tes masuk beasiswa
Univ. Al-Azhar di Kedutaan Besar Mesir di Jakarta. Dengan bekal seadanya maka
ku beranikan diri mengikuti tes. Tes
ini aku jalani agar aku mengetahui sudah sejauh apakah kemampuanku.
Subhaanallah, setelah selesai mengikuti tes tersebut serasa ada
lecutan baru dalam menapaki cita-cita. Meskipun belum ada pengumuman hasil tes
tersebut namun mengingat pemandangan ratusan orang-orang yang berduyun-duyun
agar bisa lolos tes masuk, para syeikh yang ramah membuat ku ingin segera
bergegas paham materi-materi yang akan diujikan di tes masuk non-beasiswa
berikutnya. Ku perketat waktuku dengan banyak membaca, dan
menghapal Al-Quran. Beberapa bulan kemudian setelah banyak mencari info
perkuliahan lewat jejaring sosial tiba-tiba ada berita yang nyaris membuat ku
putus asa. Karena kemelut
Mesir akibat menurunkan Presiden Mubarok belum usai sehingga Mesir masih
memanas, tes masuk non-beasiswa yang harusnya dilaksanakan antara bulan Juni
dan Juli diundur entah kapan.
Sejak
saat itu ku menuliskan doa agar Kemenag segera melaksanakan tes yang diundur
tersebut di Note Facebook dan menge-tag rekan-rekan seperjuangan
dan orang-orang shalih yang ku kenal. Alhamdulillah banyak yang memberikan
doa. Sampai masa itu tiba tepat sebelum ujian tanggal 12 September 2011 kami
anggota MUMTAZA dikarantina selama seminggu untuk menerima pengarahan dan
pemantapan tes masuk. Jumlah kami 30 orang dan diantara mereka
semua rasanya diri ini yang paling tidak tahu apa-apa. Masya Allah aku
kagumi mereka. Ada yang pernah mencoba tiga kali tes masuk, ada yang telah
merayu orang tuanya sedemikian rupa agar diizinkan, ada yang harus membuat
proposal bantuan biaya dahulu dan sebagainya. Keluargaku pun bukan termasuk
golongan yang mudah mengeluarkan uang Rp 10.500.000 sebagai biaya akomodasi dan
lainnya. Namun ku yakini jika ku lolos pastinya Allah sudah menyiapkan rizki
akomodasi dan kebutuhan ku disana.
Usai ku mengerjakan tes ada kehawatiran karena
tes ke dua rasanya banyak jawaban yang belum sempat terjawab lantaran waktu
yang begitu singkat. Selama menunggu hasil tes, ku pasarahkan pada Allah. Kemudian
di sore hari...........................*Untuk mengetahui kisah lengkapnya, dan kisah hebat lainnya silahkan pesan ke Penerbit Asrifa ya :)